“Hi darling, what’s your name?” tanya saya pada bocah laki-laki berusia sekitar 5 tahun itu. Bukannya menjawab, dia malah asik melipat-lipat kertas. Sekali lagi saya bertanya padanya, “Hi darling, what’s your name?” Bocah itu tetap tidak menjawab.
Saya lalu menghampirinya dan menyentuh bahunya, “Hi darling, do you hear me? What’s your name?” Dia melihat saya sekilas, lalu kembali menunduk, sibuk dengan kertas lipatnya yang berwarna-warni.
Dalam hati saya mengumpat, sial nih anak…. kagak bisa denger apa yak?
Tarik napas, pasang senyum lebar, menyentuh bahunya lagi, berusaha sabar… berusaha sabar… lalu bertanya, “Hi darling, do you hear me?” Dan dia tetap tidak menjawab. Saya mengumpat sekali lagi, bener-bener deh ni bocah!!! Kagak punya kuping kali yaaa!!!
Tidak lama kemudian seorang wanita datang mendekat. Wanita berambut keriting yang mengenakan dress warna hitam itu lalu berbicara pada si bocah dalam bahasa yang tidak saya pahami. Si bocah mengangguk-angguk, lalu wanita itu menatap saya sambil berkata, “Sorry, he doesn’t speak English.” Saya melotot. Wh@t thE f#$%^&@! Saya mengumpat dalam hati.
“His name is Anton. He speaks russkiy.” Wanita itu memberitahu saya sebuah informasi paling penting abad ini. “I leave him here, I’ll be around here and I’ll be back soon.” katanya, lalu berlalu pergi. Bagoosss!
Ini adalah hari kedua saya bertugas sebagai volunteer di arena Kids Zone dalam acara Bali Spirit Festival. Bali Spirit Festival sendiri merupakan festival perayaan yoga-dance-music yang diadakan sejak tanggal 20-24 Maret 2013 di Ubud, Bali. Acara ini dihadiri oleh sekitar 1500 orang setiap harinya yang mayoritas adalah orang berkewarganegaraan asing.
Ada 2 venue acara, lokasi pertama merupakan tempat pameran, workshop, dan yoga class yang terletak di Purnati Center for The Arts, Batuan, dan lokasi kedua untuk music concert terletak di Arma Museum and Resort. Walaupun di kedua lokasi itu ada Kids Zone, namun saya dan teman saya, Novi, bertugas di lokasi kedua.
Tugas kami sebenarnya sederhana, yakni bertanggung jawab pada arena Kids Zone. Dalam artian, kami harus bertanggung jawab akan keamanan, kenyamanan, kebahagiaan, dan kesejahteraan anak-anak yang berada di arena ini. Untuk itulah, sejak pagi hari kami sudah mempersiapkan berbagai permainan dan aktifitas untuk anak-anak, seperti mewarnai, melipat kertas, hingga face painting. Kami berharap anak-anak yang datang akan menikmati waktunya bersama kami.
Hari pertama, anak-anak yang datang tidak terlalu banyak. Usia mereka-pun sudah tergolong anak-anak besar, biasanya sekitar usia 8-10 tahun. Keadaan ini memudahkan saya dan Novi dalam mengatur mereka. Walaupun music concert pada hari pertama dihadiri ribuan manusia, namun singkat cerita, hari pertama arena Kids Zone berlangsur lancar dan aman.
Keadaan aman-tentram pada hari pertama sungguh berbeda ketika hari kedua datang. Pada hari kedua, yakni tanggal 22 Maret 2013, Kids Zone didatangi lebih dari 10 orang anak dengan variasi usia 3 hingga 10 tahun. Jumlah ini belum termasuk dengan anak-anak yang datang-dan-pergi tanpa permisi (Kids Zone mempersilakan anak-anak yang datang bersama orang tua untuk sign in, mereka diharuskan membayar tiket masuk, dan biasanya para orang tua sengaja menitipi anaknya untuk diasuh sementara oleh panitia. Namun anak-anak yang tidak sign-in bebas keluar-masuk arena Kids Zone, dan panita tidak bertanggung jawab pada keamanan mereka).
F*cking great karena di arena Kids Zone ini, hanya ada 2 orang yang bertugas, yakni saya dan Novi. Music Concert pada Bali Spirit Festival selalu dihadiri ribuan manusia setiap malamnya, sehingga yang paling menakutkan bagi saya dan NoviĀ adalah bagaimana anak-anak ini bisa aman berada di Kids Zone. Kami tidak bisa bayangkan bagaimana kalau suatu waktu anak ini hilang diantara ribuan manusia, OH BIG NO NO!
Dan hebatnya hari ini, selain hanya ada saya dan Novi yang bertugas dengan lebih dari 10 orang anak yang sign-in, kami memiliki Anton, si bocah Rusia tidak bisa bahasa Inggris itu! Sungguh sesuatu!
Sejak pukul 6 sore, saya dan Novi berusaha keras membuat anak-anak ini betah di arena. Kami mengajari mereka menggambar, do some face paintings, melipat kertas, dll. Dua jam kemudian, anak-anak mulai tidak bisa diam. Anak-anak besar pillow fighting, anak-anak kecil mulai mencari ibu mereka… saya dan Novi sungguh-sungguh kewalahan. Novi memaksa saya berpikir, “Ayo kita main games….. Ayo Dent, main apa?” tanya Novi setengah menjerit menghadapi tingkah laku anak-anak ini.
Patah semangat, saya berkata pada anak-anak, “Let’s play an Indonesian: DOMIKADO!” Dalam hati saya tertawa ngakak, bisa-bisa-nya saya kepikiran permainan ini. Hahaha. Dan ajaib, permainan ini bisa membuat anak-anak ini menjadi tenang untuk sesaat, horeee! :p
Anton, “Mama… Mama…”
Dari antara kami yang senang dan menikmati permainan DOMIKADO, mungkin Anton satu-satu-nya anak yang tidak bisa mengerti permainan ini. Daritadi dia coba bicara, namun kami tak mengerti. Daritadi saya coba bicara padanya, dia pun tidak mengerti.
Lalu tiba-tiba, Anton berlari keluar ruangan. Saya mengejarnya. Novi memberitahu saya agar membawa Anton masuk kembali ke dalam ruangan. “I tried! I tried!” kata saya dalam hati. Tapi berbicara pada Anton tidak semudah itu. Satu-satu-nya hal yang bisa saya lakukan adalah membiarkannya pergi dengan tetap mengawasinya dari belakang.
Anton menyelinap di antara ribuan manusia, saya mencoba tetap berada di belakangnya. Saya tahu, Anton sedang mencari ibu-nya. “Mama… Mama…” hanya itu yang saya pahami dari kalimatnya.
Saya memeluk Anton sambil berkata, “Anton, I’ll call your mom,” lalu saya menggandengnya menuju arena Kids Zone. Begitu Anton sadar bahwa saya membawanya kembali ke arena, Anton lalu melepaskan genggaman tangan saya dan berlari. “Oh my God, Anton!” kata saya sambil mengejarnya.
Anton mencoba menemukan ibunya. Beberapa kali dia memeluk wanita dari belakang yang disangka ibunya, padahal ternyata bukan. “Anton, I don’t know where’s your mom. Let’s come back to the Kids Zone. We’ll wait your mom there,” saya coba memberikan penjelasan pada Anton. Namun Anton tak mengerti. Hingga kemudian saya melihat kedua mata Anton merah dan berkaca-kaca. Saya tahu, Anton ingin menangis dalam ketidakberdayaan kami menemukan ibunya.
Saya tatap mata Anton iba, lalu saya berkata, “Anton, please trust me! I’ll help you finding your mom, but please don’t cry.” Saya tahu, ketika saya mengatakan ini mata saya-pun mulai berkaca-kaca.
Saya sangat ingin menemukan Ibu-nya Anton, tapi bagaimana mungkin saya bisa menemukan wanita dengan dress hitam itu diantara ribuan manusia yang hadir dalam music concert ini. Dalam kesedihan ini, sekali lagi saya mencoba bicara pada Anton si bocah Rusia, “Anton, I’ll help you finding your mom… but please don’t cry.”
Anton mengangguk, lalu berkata, “Okay,” dengan tatapan mata yang sedih dan tak berdaya. Sebuah kata yang membuat saya terkejut. He understands what I said!
Anton lalu menyerahkan dirinya untuk saya gendong. Saya memeluknya berusaha memberi kehangatan. Tidak lama kemudian, dari balik punggung Anton saya melihat seorang wanita berlari ke arah kami. Wanita berambut keriting dengan dress hitam itu. Dia bertanya pada saya, “What happened?”
“Anton tried to find you, but we don’t know where you are,” jawab saya sedih.
Wanita itu lalu memeluk Anton dan berbicara dalam bahasa yang tak saya pahami. Sempat saya merasa kehilangan karena tak mengerti bahasa mereka. Saat saya mulai bergerak meninggalkan ibu-anak ini, saya mendengar Anton berkata, “Thank you.”
Saya kembali ke arena Kids Zone. Sesaat kemudian, saya sudah merindukan Anton… hingga hari ini.
Untuk melihat beberapa foto kegiatan Bali Spirit Festival: