Transportasi Laut
Menjajal Rute Pelayaran Mudik
Oleh DENTY PIAWAI NASTITIE
(Tulisan ini dimuat di koran KOMPAS, Selasa, 30 Jun 2015, hlmn 01, 15)
Wahyuti (54), ibu rumah tangga, menggelar tikar di lorong dek 5 Kapal Motor Kelud, Sabtu (20/6) malam. Berjejal di antara ratusan penumpang lain, Wahyuti dan cucunya yang berusia 5 tahun terlelap dengan alas tidur seadanya. Inilah salah satu wajah transportasi laut menjelang mudik Lebaran.
Pada Jumat siang, KM Kelud bertolak dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kapal buatan Jerman berkapasitas 1.906 penumpang ini disiapkan untuk melayani pelayaran mudik rute Tanjung Priok-Sekupang-Tanjung Balai Karimun-Belawan.
Sejak pukul 07.00, penumpang sudah mulai berjubel naik tangga. Mereka masuk ke kapal sambil memanggul barang bawaan, mulai dari tas, kardus, hingga karung. Tidak ketinggalan tikar dan kasur busa. Anak-anak menenteng boneka dan aneka mainan.
KM Kelud buatan 1998 itu terdiri atas 10 dek. Dek 1 adalah ruang mesin. Penumpang kelas ekonomi mendapat tempat di dek 2, 3, dan 4. Setiap dek kelas ekonomi diisi puluhan tempat tidur berlapis kasur busa. Penumpang membaur tanpa sekat.
Penumpang kelas 2 mendapat fasilitas berupa kamar dengan tiga tempat tidur tingkat (untuk enam orang). Setiap orang disediakan satu loker untuk menyimpan barang. Fasilitas lain berupa kamar mandi dan toilet umum yang berada di setiap lorong kamar.
Adapun penumpang kelas 1 mendapat fasilitas kamar dengan dua tempat tidur tingkat (untuk 4 orang), lemari pakaian, kamar mandi dalam, selimut, sandal jepit, televisi, dan alat mandi. Jika penumpang ekonomi mendapat makan yang disediakan dalam kotak styrofoam, makanan yang disajikan bagi penumpang kelas 1 dan 2 adalah prasmanan.
Dengan kecepatan 19 knot, KM Kelud bergerak melewati Kepulauan Bangka Belitung dan Pulau Lingga. Setelah menempuh perjalanan 27 jam, kapal merapat di Pelabuhan Batam. Kapal yang awalnya diisi 2.100 penumpang mendapat tambahan 1.200 penumpang. Mereka yang tidak kebagian tempat terpaksa bermalam di lorong, tangga, atau selasar kapal. Lima jam kemudian, kapal kembali berlayar.
Wahyuti naik kapal dari Pelabuhan Sekupang, Batam. Tujunnya adalah Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara. ”Saya ingin menengok keluarga. Banyak keluarga tinggal di Medan,” kata perempuan yang setidaknya lima kali dalam setahun naik kapal ke Belawan itu.
Dermaga minim
Kapal lalu bergerak ke arah Pelabuhan Tanjung Balai Karimun di Pulau Karimun Besar. Di sejumlah daerah di Indonesia, masalah transportasi laut terjadi tidak hanya karena masalah keterbatasan kapal. Minimnya fasilitas dermaga juga menghambat pelayanan pelayaran. Keterbatasan fasilitas di Pelabuhan Tanjung Balai Karimun membuat KM Kelud tidak bisa bersandar. Kapal itu berhenti 500 meter dari bibir dermaga.
Ratusan penumpang yang hendak turun di Pelabuhan Tanjung Balai Karimun berdesakan di depan pintu dek 5. Mereka membawa barang-barang di dalam tas dan kardus besar. Penumpang menunggu kapal kecil datang untuk membawa mereka ke pinggir dermaga.
Sepuluh menit kemudian, dua kapal motor yang terbuat dari kayu datang. Setiap kapal mengangkut sekitar 100 penumpang. Melalui tangga besi, penumpang naik ke atas KM Kelud dengan penerangan seadanya. Keberadaan penumpang baru ini menambah sesak KM Kelud. Selanjutnya, ratusan penumpang di KM Kelud turun ke kapal kecil.
Kapten Slamet Wahyono, nakhoda KM Kelud, mengatakan, kapal tak bisa merapat di Pelabuhan Tanjung Balai Karimun karena dermaganya dibuat bukan untuk kapal besar bersandar. ”Hanya pas untuk kapal kecil dan kapal cepat,” katanya.
Meski fasilitas serba terbatas, sejumlah penumpang puas dengan peningkatan pelayanan KM Kelud. Eko (37), karyawan swasta, mengatakan, sikap awak kapal saat melayani penumpang jauh lebih baik dibandingkan dengan beberapa tahun silam. ”Kalau dulu penumpang cuma dikasih nasi dengan potongan telur kecil, sekarang makanannya lebih enak,” kata Eko yang naik KM Kelud bersama istri dan tiga anaknya.
Sekarang, Eko dan penumpang ekonomi lainnya mendapatkan makanan berupa nasi, sayur, dan lauk. Penumpang juga mendapatkan tambahan asupan gizi dan vitamin berupa susu, biskuit, dan jus buah. Selain itu, keberadaan fasilitas penunjang berupa permainan anak, alat olahraga, ruang karaoke, serta warung dan kafe juga membuat penumpang bisa menikmati perjalanan. Dengan harga Rp 327.000 per tiket (untuk penumpang ekonomi), penumpang bisa pergi ke daerah tujuan dengan lebih nyaman.
Direktur Operasi PT Pelni Daniel E Bangonan mengatakan, penumpang kapal Pelni diperkirakan mencapai 779.194 orang atau naik 2 persen daripada tahun lalu sebanyak 763.916 orang. Untuk menghadapi arus mudik, Pelni sudah selesai merawat (naik dok) 21 kapal. Sementara perawatan empat kapal lainnya dijadwalkan seusai puncak keramaian mudik.
Kapten Slamet mengatakan, menghadapi arus mudik rute dan jadwal pelayaran KM Kelud diubah. Kalau biasanya kapal menempuh perjalanan Tanjung Priok – Sekupang – Tanjung Balai Karimun – Belawan – lalu kembali lagi ke Tanjung Priok, kini KM Kelud akan bergerak bolak-balik dari Pelabuhan Belawan menuju Batam sebanyak tiga kali sebelum kembali ke Tanjung Priok.
“Perubahan rutenya mulai voyage ke-29 atau tepatnya sejak H-7 lebaran, tanggal 10 Juli 2015. Rute pelayaran diubah untuk mengatasi lonjakan penumpang dari Pelabuhan Sekupang, Batam, ke arah Pelabuhan Belawan,” kata Slamet.
Slamet mengatakan, pada saat masa angkutan lebaran nanti KM Kelud diberi dispensasi angkut penumpang antara 15% – 20% dari kapasitas seat yang ada sebesar 2.000 penumpang. Meskipun ada penambahan penumpang, Slamet menjamin tidak akan membedakan perlakuan antara penumpang seat dengan penumpang non-seat. “Dengan perbaikan pelayanan yang dilakukan PT Pelni, kami berharap, penumpang bisa menikmati perjalanan,” kata dia.
Pelayaran Kompas adalah bagian dari menjajal kesiapan mudik….