January 2022

“Hi, Ann, saya ingin membeli dekorasi natal. Mau ikut?” saya mengirim pesan singkat ke Ann, mahasiswi asal China, sekaligus flatmate saya di London.

“Saya di Angel nih. Kalau kamu mau, saya bisa menunggu kamu di sini,” jawabnya.

Saya melirik jam tangan. Saat itu sudah tengah hari, tapi suasananya masih seperti pukul 06.30 pagi. London memang sering berkabut akhir-akhir ini, tanda datangnya musim dingin. Warna langit jadi abu-abu seperti masih pagi.

Daripada suntuk di rumah, saya memutuskan menyusul Ann yang sedang berada di pusat perbelanjaan Angel, yang jaraknya hanya sekitar 10 menit jalan kaki dari flat.

Di Angel, Ann dan saya saya membeli dekorasi natal seperti lampu hias, topi santa clause dan bando rusa. Rencananya, dekorasi natal ini akan dipakai untuk menghias dapur. Malam ini, bersama Ann, dan tiga flatmates lainnya, yaitu Camila (Amerika Serikat), David dan Bill (Inggris), kami akan makan malam untuk merayakan natal.

Bill janji masak menu tradisional Inggris. Agar acara makan malam terasa  semakin berkesan saya berinisiatif memasang dekorasi natal. Seusai berbelanja, Ann dan saya melihat seorang pedagang menjual pohon natal. Harganya hanya 5 pounds.

“Gimana kalau kita beli?” kata Ann.

“Kamu mau beli?” saya bertanya. Ann mengangguk.

Akhirnya saya memboyong pohon cemara setinggi satu meter, sementara Ann membawa dekorasi natal. Saya memegang pohon dengan kedua tangan saya. Ukurannya yang besar menutupi badan saya sehingga terlihat seperti pohon hidup yang berjalan. Di saat-saat seperti ini, saya jadi rindu dengan layanan pesan antar di Indonesia. Kalau di Inggris, belanja apapun harus dibawa sendiri. “Saya tidak bisa melihat. Mata saya tertutup pohon,” kata saya.

“Nanti saya kasih aba-aba kembali ke flat,” kata Ann, sambil tertawa.

Di flat, saya dan Ann sibuk menghias pohon natal. Sementara Bill memasak makan malam tradisional khas Inggris, terdiri dari ayam panggang, kentang, gravy, pig in blankets, dan sayur-sayuran, termasuk sproutsyang bentuknya menyerupai wortel dengan warna kuning seperti kentang. Ia juga menyiapkan makan malam penutup berupa menu tradisional Christmas pudding.

Ketika Bill sedang sibuk menyiapkan ayam panggang, David menata meja makan. Ia menyiapkan piring, gelas, garpu, dan pisau makan. Selama tinggal di Inggris, saya menyadari urusan dapur itu bukan hanya milik perempuan. Laki-laki di Inggris banyak yang jago masak, seperti Bill dan David. Untuk urusan kebersihan dan kerapian di dapur, saya juga banyak belajar dari mereka. Setiap kali masak, mereka selalu mencuci peralatan masak dan membersihkan kompor. Setelah semua bersih, baru deh menikmati makanan. Jadi, enggak ada tuh cucian piring menumpuk.

Begitu makanan sudah siap, empat teman dan saya duduk bersama mengelilingi meja makan. “Ini namanya, natalan! Ketika semua orang berkumpul di meja makan,” kata Camila, mahasiswa asal Amerika Serikat keturunan Palestina.

Makan malam diawali dengan menikmati white winesambil melahap aneka camilan sebagai makanan pembuka. Selanjutnya, menikmati hidangan utama yang sangat lengkap terdiri dari karbohidrat, protein, dan sayuran. Rasanya lezat sekali! Apalagi ketika Ann menawari saya sambal yang dia bawa dari China, sempurna sudah!

Saya agak terkejut ketika David menyodori cranberry source untuk campuran makanan utama. “Hah, cranberry sauce untuk makanan utama?” tanya saya polos. Setahu saya, cranberry sauce biasa dipakai untuk olesan roti tawar, bukannya digabung dengan daging dan sayuran. Meski awalnya terasa agak tidak biasa, tapi ternyata cranberry sauce terasa nikmat bercampur dengan salad, ayam panggang, dan sambal. Pedas, asin, asam, manis. Nano-nano rasanya, tapi menyatu sempurna.

Setelah menikmati hidangan utama, saatnya melahap makanan penutup, yaitu cheesecake dan Christmas pudding. Untuk membuat makanan penutup tambah berkesan, Bill menuang brandy di atas pudding. Ia menyalakan korek sehingga muncullah api di atas pudding. Semua orang bersorak takjub dan bahagia.

Sambil menikmati makan malam, teman-teman dan saya membicarakan banyak hal, mulai dari kebiasaan natal di masing-masing negara, makanan favourite, hingga astronomi. Di meja makan, semua membaur seperti keluarga. Warna kulit berbeda-beda, aksen dan intonasi ketika bicara juga punya warna dan coraknya sendiri, tapi natal menyatukan yang berbeda-beda ini menjadi saudara.

Saya jadi teringat tahun lalu, ketika merayakan natal dengan keluarga dalam hati saya membantin: “Mungkin tahun depan saya tidak ada di Indonesia. Mungkin tahun depan saya akan studi di luar negeri dan merayakan natal dengan teman-teman baru.” Kata-kata adalah doa. Kesempatan kuliah di Inggris dan menjalin persahabatan dengan mahasiswa-mahasiswa internasional menjadi kenyataan.

Read more

Negara Indonesia dan Inggris mempunyai banyak kesamaan, salah satunya dalam hal keberagaman agama dan etnis. Keberagaman ini adalah bukti kekayaan manusia, meski tak jarang justru menimbulkan kekerasan dan kekacauan. Untuk mengingatkan pentingnya kerukunan, seorang seniman menggambar mural di Shoreditch, London, yang fenomenal dan membuat daerah ini menjadi terkenal.

Daerah Shoreditchdulunya adalah tempat tinggal kelas pekerja dan termasuk daerah termiskin di London. Kini, Shoreditch menjelma menjadi daerah pertokoan yang unik dan nyentrik. Di daerah ini terdapat banyak pub, kafe, dan restaurant.

Sejak dari Shoreditch Overground Station, karya seni jalanan berupa gambar dan tulisan sudah terlihat. Dari stasiun, apabila belok ke kiri terlihat deretan pertokoan yang menjual barang-barang vintage. Sementara di sebelah kanan, pemandangan karya seni jalanan menemani sepanjang jalur di bawah terowongan dari Braithwaite Street menuju Spitalfields.

Karya seni dibuat dengan berbagai macam teknik, bentuk, dan warna. Ada karya berupa tempelan stiker di halte bus, rambu-rambu jalan, atau pagar. Ada juga deretan kata dan coretan gambar yang saling menumpuk dengan karya lainnya.

Teknik melukis dibuat beraneka macam, ada yang menggunakan cat tembok dan kuas rol, ada pula yang diciptakan dengan menggunakan cat semprot. Sementara karya yang menempel berbentuk tulisan, foto wajah, kartun, dan masih banyak lagi.

Berdasarkan sejarahnya, lukisan di dinding atau yang biasa disebut mural sudah muncul sejak ribuan tahun lalu. Di Shoreditch, mural dan graffiti muncul pada akhir 1990-an. Dulunya, gambar-gambar di daerah ini dianggap vulgar dan kotor. Lambat laun, satu gambar menggantikan gambar lainnya hingga terciptalah coretan-coretan dinding seperti sekarang.

Karya seni jalanan di Shoreditch menjadi ciri khas daerah tersebut. Karya dibuat seiring pergolakan politik dan kondisi sosial masyarakat lokal maupun internasional. Lukisan-lukisan dinding ini dibuat sebagai ruang komunikasi, serta bentuk eskspresi dan kreativitas.

Jalur yang paling terkenal di Shoreditch bernama Brick Lane, yang merupakan surga karya seni jalanan. Di daerah ini terdapat karya yang cukup terkenal berupa gambar dua orang berwarna hitam dan putih yang bergandengan tangan. Orang yang berwarna hitam dibuat seperti memakai cadar, mewakili komunitas Islam. Sementara orang yang putih mewakili kelompok Kristen Inggris. Mural karya Stik ini menggambarkan persahabatan antara agama.

Karya itu menjadi penting karena di Inggris sering muncul peristiwa diskriminasi dan rasisme terhadap kelompok minoritas Muslim. Seperti di banyak tempat lainnya, agama selalu dianggap sumber perselisihan. Padahal, kalau mau dirunut, selalu ada hal lain yang melatar belakangi konflik. Di Inggris, konflik terhadap komunitas Islam sudah muncul sejak perang dunia kedua. Saat itu, banyak orang kulit putih yang kesulitan memperoleh lapangan pekerjaan seusai kembali dari perang. Kedatangan orang-orang Somalia yang beragama Islam dianggap telah merebut peluang masyarakat lokal. Konflik ini, ditambah dengan perubahan iklim politik global, dan dinamika nasional, termasuk meningkatkan Islamophobia, membuat diskriminasi terus berlanjut dan dampaknya bisa dirasakan sampai sekarang.

Apalagi, sejak ada peristiwa global, seperti serangan 11 September 2001 di New York, ledakan bom 2004 di Madrid, dan ledakan bom 2005 di London, orang-orang Islam yang tinggal di negara-negara barat, sering mengalami pelecehan dan diskriminasi. Karya yang dibuat oleh Stik pada Mei 2010 itu kemudian menjadi oase di tengah padang gurun kemanusiaan. Karya itu cukup ikonik karena membawa pesan penting yaitu harmoni dan integrasi yang menjadi ciri khas negara Inggris. Meski usia gambar sudah lebih dari satu dekade, tapi pesannya tetap relevan hingga kini.

Karya yang ada di Shoreditch banyak yang menonjolkan hiburan dan kreativitas, tapi tak jarang ada karya yang mempunyai pesan mendalam. Karya-karya itu dibuat sebagai sarana menggalang solidaritas. Sejak muncul gerakan Black Live Matters, para seniman juga merespons isu tersebut dengan menciptakan karya di jalanan.

Neequaye Dreph Dsane, atau yang biasa disapa “Dreph”, misalnya, menciptakan serangkaian potret yang menampilkan wanita kulit hitam yang tinggal di lingkungan tempat mural mereka berada. Foto-foto yang digambar bukanlah wajah orang terkenal, tapi masyarakat biasa. Fitur wajah yang digambar sebagain terlibat dalam pendidikan, advokasi, desain, atau karya kreatif dari kelompok masyarakat minoritas. Dari wajah-wajah ini, sang seniman ingin memberi inspirasi mengenai pahlawan sehari-hari yang ada dan tinggal di antara kita.

Ketika mural dan graffiti banyak dihapus di berbagai tempat di dunia, di Shoreditch, keberadaan karya seni jalanan justru dirayakan. Coretan dinding dipelihara sebagai identitas kota, ruang untuk menumpahkan keresahan, panggung seni dan kreativitas, serta sarana menjaga solidaritas sebagai sesama manusia.

Read more