Menembus Tembok Perbatasan

Keluar mulut buaya. Masuk ke mulut singa. 
Begitulah yang terasa ketika saya menembus perbatasan Israel – Palestina, suatu malam, menjelang natal. Bus bergerak pelan di belakang deretan kendaraan lain. Tentara Israel memeriksa paspor dan dokumen perjalanan peziarah yang duduk lelah dan mengantuk di dalam bus.
 
Begitu tentara mengizinkan bus melintas, Rauf (50), menginjak pedal gas. Saat itulah saya mendengar suara “Brak! Brak! Brak!”. Pengemudi bus mengehentikan kendaraan dan melirik ke kaca spion.
Sebagian orang langsung berdiri di dalam bus, menoleh ke asal suara. Beberapa orang meremas tangan, cemas. “Seseorang menimpuk bus!” teriak Ronald (34), salah satu peziarah.
Calm down… Calm down… It’s okay.” kata Walid (55), pemandu wisata asal Palestina. “Mungkin hanya supporter sepak bola iseng,”  kata dia, dengan wajah pucat. Entah karena kedinginan atau kewaspadaan akibat peristiwa ini.
Ingin saya bertanya, “Siapakah gerangan orang iseng yang main bola di tengah malam natal, Walid?” Tetapi, saya mengunci rapat mulut ini. Membiarkan pertanyaan itu melayang-layang di dalam kepala. Menguap terbang terbawa suhu dingin tiga derajat selsius Kota Betlehem.
Meskipun sadar we’re not in okay condition, para peziarah kembali duduk di atas kursi empuk. Tatapan mereka melayang ke jalan raya. Dari balik jendela kaca, hiasan natal berbentuk rusa dan bintang-bintang menyala. Terang benderang. Hiasan itu membuat Kota Betlehem, di dalam daerah otonomi Palestina, terasa semarak.
Peristiwa ini menyadarkan saya: inilah Timur Tengah, rumah Tuhan yang dikenal sebagai daerah rawan konflik dan perang. Daerah yang diberkahi kekayaan alam berupa padang gurun yang kaya mineral, hamparan laut, dan gunung tinggi menjulang. Daerah bersejarah dengan masyarakat yang terdiri dari beragam latar belakang.
Saya teringat cerita seorang kawan yang pernah ziarah ke Tanah Terjanji beberapa tahun lalu. Saat berjalan di salah satu sudut kota, dia bertemu sekelompok anak muda pemarah. Mereka berteriak dan memaki. Mereka menganggap kawan saya pendukung Zionnist. Kebencian dan prasangka memang sering menjadi sumber masalah! …. dan kebanyakan orang, sepertinya lebih suka membangun tembok perbatasan dari pada jembatan penghubung.
Tertulis pada salah satu tembok perbatasan: “This wall may take care of the present, but it has no future.” 
(Denty Piawai Nastitie)

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*