“Faith is taking the first step even when you can’t see the whole staircase.”

“Aku ingin kembali menjadi seperti ketika aku dilahirkan.” Kata-kata itu meluncur dari bibir Eyang Kakung pada suatu hari yang senyap. Hari demi hari berganti. Waktu demi waktu berlalu. Selama puluhan tahun, Eyang Kakung memendam keinginan itu. 

Di antara hawa panas kota yang membakar kerongkongan, di antara kenangan-kenangan yang selalu hadir di ingatan, Eyang Kakung menyimpan keinginan itu pada kedalaman hatinya seorang. Menyadari adanya perbedaan keyakinan  antara dirinya dan Eyang Uti, membuat Eyang Kakung memutuskan untuk menahan ego itu. “Agar tidak ada yang terluka sehingga keputusanku bisa direlakan,” katanya menjelaskan.

Bukankah kehidupan adalah misteri ilahi? Atas kehendak Yang Kuasa, Eyang Uti lebih dulu tutup usia. Kepergian Eyang Uti meninggalkan kesedihan dan luka mendalam pada diri Eyang Kakung. Waktu berselang, dengan susah payah Eyang Kakung kembali menata hatinya.

Namun siapa sangka, di usianya yang sudah senja, 86 tahun, Eyang Kakung kembali mengutarakan niatnya untuk menerima percikan sakramen baptis. “Bila selama ini aku menahan diri, maka kali ini aku akan melangkah ‘kan kaki sesuai kata hatiku,”  kata Eyang Kakung sambil berlinang air mata.

“Aku ingin dibaptis. Aku ingin nderek Gusti Yesus.” Begitulah ketetapan hati Eyang Kakung. Rupanya, keinginannya yang dilandasi pada keyakinan akan Kristus tak tergoyahkan.

Maka, pada hari rabu yang mendung ini, Eyang Kakung menerima abu suci lambang pertobatan. Romo Bono, dari Paroki Kumetiran, mengaliri air suci pada kening Eyang Kakung. Kegembiraan terpancar dari garis-garis wajahnya yang selama ini rapuh termakan usia.

Konjuk ing Dalem Yang Romo, Yang Putro, Yang Roh Suci…” kata Eyang Kakung sambil menorehkan tanda salib pada kening, dada, dan kedua belah bahunya.

“Mungkin ini hikmah dari kepergian Eyang Uti,” kata kakak saya melalui sms saat menerima kabar mengenai sakramen Baptis Eyang.

Sambil menundukkan kepala, anak-anak, cucu-cucu, dan para tetangga bersatu dalam doa. Kami meyakini walaupun manusia berbeda-beda agama, bangsa, dan bahasa, namun Tuhan adalah satu.

“Bagaimana perasaannya, Eyang?” tanya bude usai penerimaan sakramen baptis.

“Saya senang karena Nderek Gusti Yesus, namun masih sedih karena harus menempuh jalan yang berbeda (dengan Eyang Uti).”

“Faith is taking the first step even when you can’t see the whole staircase.”

– Martin Luther King, Jr.

Walaupun pada awalnya banyak batu karang dan gelombang yang datang menerjang, namun akhirnya keyakinan Eyang Kakung membawanya pada jalan yang terang. “Nderek bingah, Eyang Kakung…” kata para tetangga sambil memberinya salam. Eyang Kakung tersenyum, senyum tulus dari hatinya yang penuh iman.

Bacaan lainnya:
“Rest in Peace, Eyang…” 

One Comment, RSS

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*