Rachael, A Beautiful Swing Girl :)

Saya sering menganggap dia sebagai Mak Lampir. Tawanya membahana, hingar-bingar hingga memekakan gendang telinga. Gerak-gerik-nya gesit, energinya besar, dan tak pernah kenal lelah. Dia sering mengajak saya gelut, membuat tulang belulang ini terasa ingin rontok.

“Rachael, shut up!” sering kali saya membentaknya. Tapi dia tak pernah gentar. Yang paling menyebalkan adalah ketika dia dan Jacob, adiknya, sudah mulai bertengkar. Tidak ada yang mau mengalah, tidak ada yang mau diam.

Pernah suatu kali Rachael kesal. Dia tidak mau bermain UNO bersama Jacob. Saya katakan padanya, “Baiklah kalau kamu tidak mau bermain UNO bersama adikmu, maka saya tidak mau bermain UNO denganmu,” kata saya terus terang.

Rachael menatap saya dengan mata merah, “I hate you, tante!” katanya marah.

Entah benar atau salah, saya harus mengambil sikap. Saya memutuskan untuk tidak berpihak pada salah satu dari dua kubu ini, walaupun nyatanya sering kali saya berada pada sisi yang berat sebelah. Kadang membela Jacob, kadang mendukung Rachael. Saya mengerti, kedua bocah ini hanya ingin dekat dengan saya, tapi masalahnya mereka tidak ingin dekat satu dengan lainnya. Bagaimana mungkin saya bisa membelah diri demi memenuhi keinginan keduanya?

Walau sering membuat kewalahan, nyatanya Rachael adalah pelipur lara nomor satu di dunia. Seringkali dia menggedor-gedor kamar saya, memaksa masuk dan tidur bersama saya. “No, you can’t stay here,” kata saya mengusir dia keluar.

Please, tante… please…” katanya memelas  sambil mengatupkan kedua telapak tangannya di dada. “Saya janji tidak akan mengganggu tante…” suaranya lirih. Menggetarkan hati. Membuat iba.

I am not in good mood, jadi kalau kamu tidak bisa diatur, saya akan mengusir kamu keluar!”

Promise, tante…. promise….” jawabnya kegirangan, “Saya tidak akan mengganggu tante.”

Walau sudah diperingati, Rachael tidak pernah menepati. Secara maraton dia ngelitikin saya, menyembunyikan bantal dan sendal saya, memeluk saya hingga saya sulit bernapas…. “Oh Rachael, please…. I give up.” kata saya terengah-engah.

Dengan wajah tak bersahabat, saya merebahkan diri di balik selimut. “Terserah kamu mau ngapain,” kata saya menyerah. Rachael ikut-ikut-an merebahkan diri di sebelah saya. Saya diam, pura-pura tak mempedulikannya.

Bukan Rachael namanya kalau kehabisan akal. Dengan penuh penghayatan Rachael bercerita, katanya:

Alkisah ada seorang anak perempuan yang sering bermain ayunan. Ibu si anak memperingati agar dia tidak bermain ayunan. Katanya, ada banyak anak laki-laki yang akan jongkok di dekatmu demi melihat pakaian dalam-mu. Jadi berhentilah bermain ayunan!

Keesokan harinya, si anak tetap bermain ayunan. Ibu si anak memperingatinya lagi agar dia tidak bermain ayunan. Namun dengan lugunya si anak menjawab, today I don’t wear any underwear, jadi laki-laki itu tidak bisa mengintip pakaian dalam saya.

Cerita Rachael yang di luar dugaan membuat saya tertawa…. tertawa…. dan terus tertawa… “Saya yakin, anak perempuan itu adalah kamu! Hahahaaha….” kata saya dengan tawa membahana. Kami-pun tertawa bersama di atas ranjang. Melupakan segala kepenatan. Melepaskan segala ketegangan. Lalu tak sadar, kami telah terlelap bersisian.

Di sini, di rumah mungil di Wordsworth Street, perbatasan Luton dan Berdforshire-England, saya merasa menjadi bagian dari kakak beradik Annabelle-Rachael-dan-Jacob. Tiga bersaudara yang selalu memberi kebahagiaan.

4 Comments, RSS

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*