Budaya Ngarot (Ketegaran Hidup Sang Kenanga)

 

Ngarot merupakan upacara adat masyarakat Lelea, Indramayu,Jawa Barat, yang diadakan sejak tahun 1868. Acara ini dikenal sebagai pesta perawan dan perjaka warga setempat. Dalam perkembangannya, Ngarot juga identik dengan pesta mencari jodoh. Hal ini disebabkan karena banyak anak muda yang terlibat dalam acara Ngarot merasa menemukan pasangan hidupnya dan hubungan biasanya berlanjut ke jenjang pernikahan. Selain untuk meningkatkan gotong royong muda-mudi dalam memelihara budaya tani, awalnya upacara ini dimaksudkan juga untuk mempererat tali persaudaraan di antara masyarakat.

Secara rutin Ngarot dilaksanakan pada bulan Desember sebagai penanda masuknya masa tanam yang baru. Acara ini diawali dengan berkumpulnya peserta yang sudah berdandan dan berpakaian apik di halaman rumah Kuwu sejak pagi hari. Seluruh pemuda mengenakan kemeja kuning terang dan celana panjang hitam, serta rambut yang ditata rapi. Pemudinya pun tak mau ketinggalan. Mereka mengenakan kebaya lengan panjang berwarna hijau daun dengan bawahan batik serta menambahkan aneka perhiasan emas yang membuat mereka nampak sangat berkilau. Selain didandani dengan make-up tebal, para perempuan Lelea juga menenakan perhiasan bunga kenanga, mawar, dan kanthil di atas kepalanya.

Konon, bunga kenanga akan segera layu apabila sang pemakainya sudah tidak perawan lagi. Bunga Kenanga yang dimaknakan sebagai kesegaran dan ketegaran hidup ini menjelma sebagai kontrol sosial masyarakat Lelea agar tetap menghormati adat-istiadat leluhur dan menjaga kesucian dirinya hingga mereka menikah kelak. Gak kebayang dong gimana malunya peserta di hadapan masyarakat apabila saat mengikuti acara ini tiba-tiba kembang kenanganya layu… bisa-bisa harapan mendapatkan jodoh menjadi isapan jempol belaka…

Setelah seluruh peserta berkumpul, mereka akan diarak keliling kampung dengan berjalan kaki diiringi music-musik tanjidor. Setelah sampai di aula balai desa, seluruh peserta akan duduk berhadap-hadapan. Saat itulah biasanya peserta akan mencari-cari jodohnya melalui pandangan mata. Acata ditutup dengan pementasan lagu dan tari-tarian untuk menghibur peserta, diantaranya Ronggeng Ketuk dan Tari Topeng yang dibawakan oleh Pak Carpan, penari yang kini usianya sudah lebih dari 60 tahun.


One Comment, RSS

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*